“Are you doing something you enjoy to do? Happiness and fullfilment has to become a much bigger part of our life.”
Yap, serangkaian kata yang menjadi kalimat tanya hingga pernyaataan di atas memang sering didengar dari orang-orang motivator. Entah itu motivator bisnis, lifestyle, dan sebagainya. Menariknya, kalimat tersebut memang menjadi kunci penting untuk menentukan tujuan hidup kita di dunia ini.
Gue termasuk orang yang percaya bahwa setiap manusia yang lahir di dunia ini memiliki tujuan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut lahir dan terbentuk karena adanya perbedaan pola pikir (mindset) masing-masing orang. Lalu perbedaan mindset tentunya terbentuk dari bagaimana dia menjalani hidup. Selama 29 tahun gue di dunia ini, syukur Alhamdulillah gue semakin menyadari bagaimana gue harus menjalaninya. Potongan demi potongan pengetahuan dan pengalaman yang gue dapat telah membuat gue paham tentang apa tujuan hidup.
Gue jadi inget, ada salah satu mentor gue yang bisa dibilang cukup meng-influence gue mengenai kehidupan, spiritual hingga ilmu bisnis. Salah satu saran yang pernah dia kasih tau ke gue adalah “Jangan terus-terusan besarin orang lain. Lo mesti punya karya supaya lo juga bisa besar”. Saat itu (di tahun 2016) kata-katanya beneran “nyentil” gue, dimana gue sampe berpikir apakah yang gue lakukan di bisnis gue ini salah? Apakah salah satu partner bisnis gue ini cuma manfaatin gue untuk bikin nama dia semakin besar dan populer? Dan pemikiran-pemikiran lain yang membuat gue jadi beneran pengen bikin karya sendiri, ditambah ada kekhawatiran kalau bisnis gue itu bakalan bisa collaps kalo diliat dari sisi fundamental bisnis perusahaan.
Lucunya, saat itu apapun ide yang gue pikirkan entah kenapa hasilnya kayak gak bisa dikapitalisasikan! alias dibisnisin hahahaa. Semua ide baru yang gue dapet terkesan kayak kegiatan sosial. Akhirnya, gue putuskan untuk stop dan fokus lagi ngejalanin bisnis yang udah berjalan seperti biasa hingga titik balik yang positif terjadi di tahun depannya.
Perubahan positif tersebut membawa gue ke pemahaman bahwa perusahaan yang gue bangun bersama kedua partner gue itu adalah “karya”. Yap, gue pun akhirnya memperlakukan bisnis gue itu sebagai karya utama gue. Dengan perlakuan seperti itu, hingga hari ini gue menuliskan catatan ini, Alhamdulillah bisnis gue tetap berjalan terus tanpa adanya suntikan dana dari investor.
“Terus bergerak dan berkembang, tidak hanya berusaha untuk menciptakan market sendiri, namun juga membangun ekosistem bisnis tersebut di Indonesia.”
Berkaca dari pengalaman tersebut, terkadang apa yang menurut orang lain (entah berpengalaman secara praktek atau based on theory) itu baik buat kita, belum tentu sepenuhnya benar. Walaupun begitu, tetap perlu kita hargai saran yang telah mereka berikan tanpa perlu men-judge bahwa yang dia bilang itu salah. Penentu utamanya tetap di kita sendiri karena kita harus berdaulat terhadap hidup kita sendiri.
Nah, melihat bisnis yang berjalan baik hingga sekarang ini tentunya jadi kebahagiaan tersendiri buat gue dan bersyukur bisa punya dua partner bisnis seperti mereka. Walaupun gue ngga populer kayak salah satu partner gue itu, rasa iri akan popularitasnya pernah muncul di diri gue. Ketika itu muncul, bersamaan juga muncul pemikiran dampak negatif dari popularitas. Salah satu yang ngena di gue adalah it could ruin my freedom! Dengan tidak menjadi populer, maka gue punya banyak ruang untuk bergerak dan memperkuat pondasi bisnis gue.
“Kenikmatan bergerak di ‘belakang layar’ dan di ‘bawah tanah’ dalam berbisnis memang tidak bisa dirasakan oleh banyak orang.”
Kenikmatan berupa kebebasan untuk membantu orang-orang yang ada di dalam maupun di luar perusahaan. I don’t know why but I realized that I am happy to do that. Supporting or helping other people and businesses to grow, to fulfill their potential to be much better. Maybe this is my purpose of life. Kalau itu benar, maka tujuan hidup seperti itu termasuk tujuan yang holistik. Tujuan yang tidak lagi hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga lingkungan sekitar kita. Sebagai contoh, hal tersebut akan menjadi menarik jika diaplikasikan ke tujuan kita berbisnis.
Kenapa kita berbisnis atau membangun usaha? Gue yakin, kebanyakan dari kalian bakal jawab untuk menghasilkan uang atau keuntungan. Apakah alasan itu salah? Tentunya tidak. Gue pun dulu juga berpikir begitu hingga sekarang dan itu sah-sah saja. (Yaa iya laaah, kalo gak gitu gimana bisnisnya bisa berkembang ahhahaa) Malah lucunya lagi, kadang saking terobsesinya pengen untung, kita suka lupa dengan resiko ruginya. Untung-rugi jika diposisikan dalam bentuk segitiga, dia ada di sudut kanan (Untung) dan kiri (Rugi) bagian bawah. Apapun bisnisnya, untung-rugi adalah pondasi dasar yang tidak dapat dipisahkan dan harus kita nikmatin keduanya, supaya nantinya kita bisa mencapai tujuan bisnis yang sebenarnya dan lebih holistik, yaitu memberi dampak positif atau manfaat ke banyak orang dan makhluk-makhluk Tuhan lainnya.
Ketika sudah berada di titik itu, maka sudah tidak ada kekhawatiran lagi atas diri kita. Apapun yang kita lakukan untuk kebaikan bersama, pastinya akan selalu ada jalan terbaik untuk maju ke depan. Kita tidak lagi khawatir dengan kerugian maupun terlena dengan keuntungan, yang ada hanya terus bergerak dan bekerja untuk memenuhi tujuan holistik tersebut. Terlepas itu lo adalah orang depan layar ataupun belakang layar.
Lalu, apakah itu berlaku juga untuk konsep surga-neraka? Kalo di sisi kanannya adalah surga dan sisi kirinya adalah neraka, maka area atasnya adalaaahh?? *tiiiitt sensor* pikir sendiri yakk 😛
“Lo mesti punya karya sendiri supaya nanti lo jadi besar.”
Well, it hits me in the right place.
LikeLike